Perikanan Tangkap merupakan usaha penangkapan ikan dan organisme air lainnya di alam liar (laut, sungai, danau, dan badan air lainnya). Kehidupan organisme air di alam liar dan faktor-faktornya (biotik dan abiotik) tidak dikendalikan secara sengaja oleh manusia. Perikanan tangkap sebagian besar dilakukan di laut, terutama di sekitar pantai dan landasan kontinen. Perikanan tangkap juga ada di danau dan sungai. Masalah yang mengemuka di dalam perikanan tangkap adalah penangkapan ikan berlebih dan polusi laut. Sejumlah spesies mengalami penurunan populasi dalam jumlah yang signifikan dan berada dalam ancaman punah. Hal ini mengakibatkan jumlah tangkapan ikan di alam liar dapat mengalami penurunan secara umum.

Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan suatu daerah perairan yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan  kegiatan  penangkapan  atau  dapat  dikatakan  juga  sebagai  daerah  yang  diduga  terdapat  kumpulan ikan.  Suatu  perairan  disebut  sebagai  daerah  penangkapan  ikan  yang  baik  apabila  memenuhi  beberapa persyaratan,  antara  lain  di  daerah  tersebut  terdapat  ikan  yang  melimpah  sepanjang  tahun,  alat  tangkap  dapat dioperasikan  dengan  mudah  dan  sempurna,  lokasi  tidak  jauh  dari  pelabuhan  sehingga  mudah  dijangkau  oleh perahu,  dan  keadaan  daerahnya  aman  (tidak  bisa  dilalui  angin  kencang  dan  bukan  daerah  badai  yang membahayakan).

 

Perairan Pulau Bintan termasuk dalam perairan laut dalam Laut Cina Selatan, dalam Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia,  potensi  sumberdaya  ikan  di  wilayah  perairan  dan  Laut  Cina  Selatan  mencapai  378,2  ton,  dengan jumlah  tangkapan  yang  diperbolehkan  adalah  302,5  ribu  ton.  Dari  potensi  tersebut,  potensi  sumberdaya  ikan yang  masuk  dalam  wilayah  perairan  Kabupaten  Bintan  adalah  106.018  ton  dengan  jumlah  tangkapan  yang diperbolehkan  50.287  ton.  Sesuai  dengan  luas  wilayah  laut,  Kecamatan  Tambelan  mempunyai  potensi sumberdaya  ikan  paling  besar.  Sumberdaya  perairan  (laut)  Kabupaten  Bintan  cukup  kaya  dan  mempunyai keanekaragaman  hayati  yang  tinggi  (mega  biodiversity).  Namun,  nelayan  masih  menggunakan  alat  tangkap tradisional seperti bubu dan jala. Tujuan penyusunan artikel ilmiah ini adalah untuk mengetahui hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Bintan.

 

Kecamatan  Wilayah  Kabupaten  Bintan  didominasi  oleh  wilayah  laut,  oleh  karena  itu  sebagian  besar masyarakatnya adalah masyarakat pesisir. Dari 10 kecamatan di Kabupaten Bintan hanya satu kecamatan yang tidak  berada  di  wilayah  pesisir,  yaitu  Kecamatan  Toapaya,  sedangkan  sembilan  kecamatan  lainnya  berada  di wilayah pesisir. Sebagai masyarakat pesisir, maka mata pencahariannya pun sebagian besar adalah nelayan atau kegiatan  menangkap  ikan.    Perikanan  tangkap  yang  ada  di  Kabupaten  Bintan  dalam  melakukan  usaha menangkap ikan, sebagian besar masyarakat masih menggunakan alat tangkap tradisional. Hanya sebagian kecil masyarakat yang sudah memanfaatkan sentuhan teknologi modern untuk menangkap ikan. Beberapa contoh alat yang  biasa digunakan oleh  masyarakat untuk  menangkap  ikan adalah  bubu,  bagan,  jaring udang, bubu ketam, jaring insang, jaring pantai, rawai, jala, gill net, jaring nilon, dan jaring tonda.

 

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah tempat kegaiatan tambat labuh perahu kapal perikanan guna mendaratkan hasil tangkapan atau melakukan persiapan untuk melaut lagi (memuat logistik perahu dan awak perahun). Di Kabupaten Bintan terdapat 69 Dermaga yang rata rata berkonstruksi dari Beton, dengan ukuran atau panjang dermaga yang mampu untuk tempat bersandar nya kapal tangkap ikan dengan berbagai ukuran.