Budidaya udang
vaname di Indonesia
saat ini merupakan
andalan sektor perikanan budidaya
dan menjadi prioritas pengembangan
akuakultur di Indonesia untuk
meningkatkan perekonomian nasional.
Dalam periode 2012 -
2018 kontribusi nilai
ekspor udang terhadap
nilai ekspor perikanan
Indonesia rata-rata mencapai 36,27
% (BPS, 2019).
Artinya komoditas udang
memiliki peranan yang sangat
signifikan terhadap kinerja
ekspor komoditas perikanan Indonesia.
Udang vaname
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan spesies lainnya, beberapa keunggulan tersebut, antara lain:
- Laju pertumbuhan mencapai 1-1,5 gr/ minggu;
- Bisa dibudidayakan dengan padat penebaran
tinggi (80 – 500 ekor/m2);
- Toleran terhadap salinitas (0,5 – 45 %0);
- Kebutuhan protein pakan lebih rendah
(20 – 30%) dibandingkan spesies lain;
- FCR lebih rendah (1: 1.1-1.2); - Ukuran panen seragam; dan jumlah yang under
size rendah.
Udang vannamei membutuhkan makanan dengan kandungan protein yang lebih rendah dibandingkan udang windu (Penaeus monodon). Kondisi ini berpengaruh terhadap harga pakan dan biaya produksi. Pertumbuhannya dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu: frekuensi molting (waktu antar molting) dan kenaikan angka pertumbuhan (angka pertumbuhan setiap kali molting). Kondisi lingkungan dan makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi frekuensi molting. Sebagai contoh, suhu yang tinggi dalam batas tertentu dapat meningkatkan frekuensi molting. Penyerapan oksigen oleh udang kurang efisien selama molting, akibatnya selama proses ini beberapa udang mengalami kematian akibat hypoxia atau kekurangan oksigen dalam tubuh.
Aktivitas budidaya khususnya komoditas udang
merupakan salah satu usaha yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan di
Provinsi Kepulauan Riau. Aktivitas budidaya udang Vannamei di kawasan seluas 2
Ha dengan jumlah tambak sebanyak 100 petak untuk pembesaran udang yang
menggunakan teknologi super intensif yang dilengkapi dengan kincir air dan
sistem aerasi.